RUMORED BUZZ ON HAK ASUH ANAK DALAM PERCERAIAN

Rumored Buzz on hak asuh anak dalam perceraian

Rumored Buzz on hak asuh anak dalam perceraian

Blog Article



Tidak ada persyaratan khusus bagaimana agar hak asuh anak dapat jatuh ke suami atau istri. Masing-masing pihak akan memberikan bukti kuat mengenai hubungannya dengan sang anak. Jika misalnya sang ayah bisa memberikan alasan, bukti, dan saksi yang kuat bahwa sang ibu tidak bisa menjadi orang tua asuh yang baik, maka bukan tidak mungkin ayah akan memenangkan hak pengasuhan tersebut. Begitu pun sebaliknya. Pada akhirnya, keputusan tetap ada pada majelis hakim.

Jika kedua orang tua tak melayangkan gugatan terkait hak asuh atas anaknya saat bercerai, maka permasalahan hak asuh pun tak perlu diselesaikan di pengadilan.

Meskipun pada dasarnya hak asuh anak diprioritaskan kepada sang Ibu, pihak Ayah juga masih memiliki kemungkinan mendapatkan hak asuh anak yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti persetujuan bersama antara ibu dan ayah terkait pertimbangan hak asuh akan diberikan kepada siapa.

Salah satu hal yang sering dipersengketakan dalam sidang perceraian adalah perkara hak asuh anak. Walaupun pasangan suami istri diperbolehkan untuk bercerai, hal tersebut tidak menghapuskan kewajiban keduanya untuk mengasuh anak buah hasil pernikahan mereka.

Sebagaimana ketentuan undang-undang, putusnya ikatan pernikahan kewajiban orangtua harus tetap dijalankan dan tidak menelantarkan anak-anaknya baik dari sisi materi ataupun kebutuhan batin sang anak.

Beranjak dari hal tersebut, diperlukan adanya pemahaman terkait aturan hak asuh anak setelah perceraian, terutama bagi kedua orang tua yang sama-sama memiliki kemungkinan mendapatkan hak asuh anak.

Sehingga, klien dapat konsultasi tentang hak asuh anak jauh kepada siapa masalah hukum lainnya sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami.

Kondisi ini bergantung pada bagaimana sang suami meyakinkan pihak pegadilan, terutama majelis hakim, bahwa ia bisa menjadi orang tua tunggal yang baik untuk perkembangan sang buah hati dibandingkan dengan ibunya.

Namun, jika merujuk pada Pasal one hundred and five KHI, menjelaskan mengenai hak asuh anak dalam perceraian dengan usia anak dibawah 12 tahun diberikan kepada sang ibu. Meskipun begitu ayah tetap menanggung seluruh biaya pemeliharaan anak tersebut.

Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan, perlindungan terhadap anak adalah hal yang dilakukan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara ideal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Akan tetapi, tak banyak kasus yang pada akhirnya justru kedua orang tua lebih memilih menelantarkan anaknya sebab tak mengetahui dasar maupun kewajiban seperti apa yang harus dipenuhi untuk sang anak.

Jika Ibu ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhan dan hak anak, maka sang ayah dapat mengajukan permohonan peralihan hak asuh dari ibu kepada sang ayah meskipun misalnya sang anak belum berusia 12 tahun.

Ibu mendapatkan hak asuh anak sepenuhnya apabila sang anak masih di bawah umur atau berusia kurang dari 12 tahun. Namun, ayah juga bisa mendapatkan hak mengasuh anak apabila ibu dinilai memiliki tabiat buruk yang membahayakan anak. Sementara itu, apabila anak sudah baligh

ini akan diputuskan oleh pihak Mahkamah Syariah dan sekiranya si ibu didapati oleh pihak mahkamah hilang kelayakan untuk menjaga anak tersebut, maka ianya akan berpindah kepada salah seorang yang berikut[one]:

Report this page